Friday, March 25, 2016

Tugas Kewirausahaan (GAYA KEWIRAUSAHAAN PENDUDUK PRIBUMI DAN NON PRIBUMI)

Tugas Kewirausahaan

GAYA KEWIRAUSAHAAN PENDUDUK PRIBUMI DAN
NON PRIBUMI


UHO

OLEH :
MUHAMMAD KHOLIL JAYA
B1B114227





MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2015


KEWIRAUSAHAAN PENDUDUK PRIBUMI DAN NON PRIBUMI

pribumi dan non-pribumi tidak disoroti dari segi politiknya melainkan dari ilmu pengetahuan kewiraswastaan. Isu pri dan non-pri juga akan disoroti dari segi sosio-kultural, yaitu mempelajari segala cirri budaya (terutama budaya kerja), pandangan hidup, falsafah, tradisi kemasyarakatan serta segi-segi spriritual dari suatu kelompok etnis tertentu.
Salah satu perbedaan orientasi yang cukup kentara antara kalangan pribumi dengan etnis Cina adalah kaitannya dengan jiwa wirausaha dan etos kerja, dibandingkan dengan etnis pribumi, dalam hal ini adalah etnis Jawa. As’ad (Wijaya & Gusniaty, 2007 : 72) secara ringkas mendeskripsikan adanya sikap mental orang Jawa yang tidak mendukung wirausaha, yaitu mengambil keuntungan jangka pendek, cepat merasa puas, serta sikap anti resiko. Hal ini menurutnya karena orang Jawa lebih meletakkan pentingnya hubungan dengan orang lain sehingga menumbuhkan sikap mental untuk lebih tergantung pada koneksi daripada rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri. Koentjaraningrat (Wijaya & Gusniarty, 2007 : 73) melihat bahwa orang Jawa memiliki keyakinanhidup yang cenderung bersifat pasif. Keyakinan tersebut tergambar dari konsepsi hidup yang rela, narima, dan sabar.

Berbeda dengan itu, pada umumnya orang Cina memang dikenal memiliki sifat ulet dalam usaha. Willmoth seperti yang dikutip Martaniah (Wijaya & Gusniarty, 2007 : 85) memandang orang Cina di Jawa lebih kompetitif. Di samping itu mereka juga mempunyai usaha yang besar dan sangat mengusahakan prestasi, serta mempunyai tingkat aspirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang Jawa.

Data statistik tahun 1930 memperlihatkan bahwa secara persentase di Indonesia lebih banyak orang Tionghoa berkecimpung dalam kegiatan perdagangan dibandingkan dengan orang pribumi atau Eropa (Suryadinata, 1984).

Dalam konteks budaya, masyarakat etnis Tionghoa selain mengambil strategi ekonomi dari nenek moyang mereka sekaligus mengadopsi sistem ekonomi yang berlaku di dunia modern. Pola penyesuaian dengan lingkungan budaya mereka tinggal merupakan ciri dari budaya bisnis yang diturunkan dari peradaban Cina. Demikian juga sumber daya manusia yang memadai menjadikan mereka sangat unggul. Dengan semangat dan sumber daya Cina yang handal, pengusaha etnis Tionghoa mampu menjalankan bisnisnya sehingga hampir 80% perekonomian Indonesia di tangan etnis Tionghoa (Usman, 2009).

Banyak pengusaha-pengusaha sukses justru adalah orang Tionghoa atau keturunan Tionghoa, meskipun etnis Tionghoa jumlahnya minoritas. Ciri-ciri positif budaya etnis Tionghoa dalam perilaku pengusaha etnis Tionghoa antara lain adalah teguh memegang janji, ulet berusaha, tekun, hemat dan kokohnya solidaritas kelompok. Perilaku-perilaku yang juga menonjol dalam dunia usaha adalah mementingkan hubungan antar pribadi, saling percaya, mereka tidak melakukan negosiasi jika tidak yakin apa yang dilakukannya, menjunjung tinggi kenikmatan hidup serta selalu mempelajari situasi demi strategi yang tepat (Mariza dalam Aurora, 2003).

Secara umum wirausaha keturunan Tionghoa memiliki empat karakteristik dan nilai lebih baik daripada wirausaha pribumi. Keempat karakteristik dan nilai lebih ini adalah sifat pantang menyerah, berani mengambil resiko, kecepatan dan fleksibilitas serta kemampuan keluarga sebagai lahan mendidik anak-anaknya menjadi wirausaha (Liao, 2001).

Hal-hal yang dipandang positif bagi kelompok etnis Tionghoa yang berpengaruh terhadap perilaku usaha antara lain adalah baik untuk mempunyai tujuan, mengatur perencanaan yang baik, tidak takut gagal, berjuang tanpa henti akan ide kreatif dan inovatif, serta memikirkan masa depan secara matang. Etos kerja mereka dipengaruhi ajaran Konfusius, yang menekankan bahwa keseriusan dan kerajinan sebagai aspek penting dalam hidup (Mariza dalam Aurora, 2003).

Di samping itu keunggulan etnis Tionghoa dalam berbisnis lebih disebabkan mereka ulet dan tekun serta tahan menderita sekaligus sangat pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka hidup. Pengusaha etnis Tionghoa sangat berpengalaman, berani dan dapat memahami peluang yang ditawarkan pasar serta membuat jaringan bisnis (Usman, 2009).

Nasution (2006) mengemukakan bahwa dalam berwirausaha yang paling perlu dikembangkan adalah motif berprestasi. Persaingan yang ketat dalam berwirausaha menuntut kemauan keras serta kesanggupan berpacu dalam keunggulan. Motif berafiliasi juga perlu diperhatikan karena wirausaha harus pandai meningkatkan kemampuan manajerial, menggerakkan orang lain dengan sebaik-baiknya, yaitu yang dilandasi dengan hubungan antar sesama yang baik.


Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar etnis Tionghoa berkecimpung dalam bidang perdagangan atau wirausaha. Hal tersebut disebabkan karena seorang wirausaha etnis Tionghoa memiliki motivasi yang positif, ulet dan tekun dalam hal berwirausaha, karena memang etos kerja mereka dipengaruhi oleh ajaran Konfusius, yang menekankan bahwa keseriusan dan kerajinan sebagai aspek penting dalam hidup.

No comments:

Post a Comment