Tugas Kewirausahaan
GAYA KEWIRAUSAHAAN PENDUDUK PRIBUMI DAN
NON PRIBUMI

OLEH :
MUHAMMAD KHOLIL JAYA
B1B114227
MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2015
KEWIRAUSAHAAN PENDUDUK PRIBUMI DAN NON PRIBUMI
pribumi dan non-pribumi tidak disoroti dari
segi politiknya melainkan dari ilmu pengetahuan kewiraswastaan. Isu pri dan
non-pri juga akan disoroti dari segi sosio-kultural, yaitu mempelajari segala
cirri budaya (terutama budaya kerja), pandangan hidup, falsafah, tradisi
kemasyarakatan serta segi-segi spriritual dari suatu kelompok etnis tertentu.
Salah
satu perbedaan orientasi yang cukup kentara antara kalangan pribumi dengan
etnis Cina adalah kaitannya dengan jiwa wirausaha dan etos kerja, dibandingkan
dengan etnis pribumi, dalam hal ini adalah etnis Jawa. As’ad (Wijaya &
Gusniaty, 2007 : 72) secara ringkas mendeskripsikan adanya sikap mental orang
Jawa yang tidak mendukung wirausaha, yaitu mengambil keuntungan jangka pendek,
cepat merasa puas, serta sikap anti resiko. Hal ini menurutnya karena orang
Jawa lebih meletakkan pentingnya hubungan dengan orang lain sehingga
menumbuhkan sikap mental untuk lebih tergantung pada koneksi daripada rasa
percaya terhadap kemampuan diri sendiri. Koentjaraningrat (Wijaya & Gusniarty,
2007 : 73) melihat bahwa orang Jawa memiliki keyakinanhidup yang cenderung
bersifat pasif. Keyakinan tersebut tergambar dari konsepsi hidup yang rela,
narima, dan sabar.
Berbeda
dengan itu, pada umumnya orang Cina memang dikenal memiliki sifat ulet dalam
usaha. Willmoth seperti yang dikutip Martaniah (Wijaya & Gusniarty, 2007 :
85) memandang orang Cina di Jawa lebih kompetitif. Di samping itu mereka juga
mempunyai usaha yang besar dan sangat mengusahakan prestasi, serta mempunyai
tingkat aspirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang Jawa.
Data
statistik tahun 1930 memperlihatkan bahwa secara persentase di Indonesia lebih
banyak orang Tionghoa berkecimpung dalam kegiatan perdagangan dibandingkan
dengan orang pribumi atau Eropa (Suryadinata, 1984).
Dalam
konteks budaya, masyarakat etnis Tionghoa selain mengambil strategi ekonomi
dari nenek moyang mereka sekaligus mengadopsi sistem ekonomi yang berlaku di
dunia modern. Pola penyesuaian dengan lingkungan budaya mereka tinggal
merupakan ciri dari budaya bisnis yang diturunkan dari peradaban Cina. Demikian
juga sumber daya manusia yang memadai menjadikan mereka sangat unggul. Dengan
semangat dan sumber daya Cina yang handal, pengusaha etnis Tionghoa mampu
menjalankan bisnisnya sehingga hampir 80% perekonomian Indonesia di tangan
etnis Tionghoa (Usman, 2009).
Banyak
pengusaha-pengusaha sukses justru adalah orang Tionghoa atau keturunan
Tionghoa, meskipun etnis Tionghoa jumlahnya minoritas. Ciri-ciri positif budaya
etnis Tionghoa dalam perilaku pengusaha etnis Tionghoa antara lain adalah teguh
memegang janji, ulet berusaha, tekun, hemat dan kokohnya solidaritas kelompok.
Perilaku-perilaku yang juga menonjol dalam dunia usaha adalah mementingkan
hubungan antar pribadi, saling percaya, mereka tidak melakukan negosiasi jika
tidak yakin apa yang dilakukannya, menjunjung tinggi kenikmatan hidup serta
selalu mempelajari situasi demi strategi yang tepat (Mariza dalam Aurora,
2003).
Secara
umum wirausaha keturunan Tionghoa memiliki empat karakteristik dan nilai lebih
baik daripada wirausaha pribumi. Keempat karakteristik dan nilai lebih ini
adalah sifat pantang menyerah, berani mengambil resiko, kecepatan dan
fleksibilitas serta kemampuan keluarga sebagai lahan mendidik anak-anaknya
menjadi wirausaha (Liao, 2001).
Hal-hal
yang dipandang positif bagi kelompok etnis Tionghoa yang berpengaruh terhadap
perilaku usaha antara lain adalah baik untuk mempunyai tujuan, mengatur
perencanaan yang baik, tidak takut gagal, berjuang tanpa henti akan ide kreatif
dan inovatif, serta memikirkan masa depan secara matang. Etos kerja mereka
dipengaruhi ajaran Konfusius, yang menekankan bahwa keseriusan dan kerajinan
sebagai aspek penting dalam hidup (Mariza dalam Aurora, 2003).
Di
samping itu keunggulan etnis Tionghoa dalam berbisnis lebih disebabkan mereka
ulet dan tekun serta tahan menderita sekaligus sangat pandai menyesuaikan diri
dengan lingkungan mereka hidup. Pengusaha etnis Tionghoa sangat berpengalaman,
berani dan dapat memahami peluang yang ditawarkan pasar serta membuat jaringan
bisnis (Usman, 2009).
Nasution
(2006) mengemukakan bahwa dalam berwirausaha yang paling perlu dikembangkan
adalah motif berprestasi. Persaingan yang ketat dalam berwirausaha menuntut
kemauan keras serta kesanggupan berpacu dalam keunggulan. Motif berafiliasi
juga perlu diperhatikan karena wirausaha harus pandai meningkatkan kemampuan
manajerial, menggerakkan orang lain dengan sebaik-baiknya, yaitu yang dilandasi
dengan hubungan antar sesama yang baik.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar etnis Tionghoa
berkecimpung dalam bidang perdagangan atau wirausaha. Hal tersebut disebabkan
karena seorang wirausaha etnis Tionghoa memiliki motivasi yang positif, ulet
dan tekun dalam hal berwirausaha, karena memang etos kerja mereka dipengaruhi
oleh ajaran Konfusius, yang menekankan bahwa keseriusan dan kerajinan sebagai
aspek penting dalam hidup.
No comments:
Post a Comment